Fenomena air laut berwarna biru neon kembali terjadi disejumlah pantai di Pesbar seperti di Labuhan Jukung. FOTO YOGI |
Radarpesbar.com - Jelang pergantian tahun, laut di Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) kembali mengeluarkan warna biru neon pada malam hari, meski warna biru neon itu tidak seterang fenomena sebelumnya, tapi sangat menarik untuk dinikmati. Laut berwarna biru neon saat malam hari itu terjadi pada Selasa (31/12) malam.
Fenomena air laut berwarna biru neon terjadi disejumlah pantai seperti di pantai Labuhan Jukung dan Pantai Wayredak, Kecamatan Pesisir Tengah yang berada tidak jauh dari ibukota Kabupaten setempat.
Fenomena alam itu sama seperti yang terjadi sebelumnya dan kerap disebut pasang merah atau Red Tide. Saat siang hari, air akan berwarna merah atau cokelat. Sementara ketika malam, ombak akan memancarkan cahaya biru neon.
Kondisi itu disebabkan oleh tingginya konsentrasi organisme Dinoflagellata seperti Lingulodinium polyedra yang terkenal dengan sifat bioluminescence. Bioluminescence adalah emisi biokimia cahaya oleh organisme hidup seperti kunang-kunang dan ikan laut dalam. Red tide terjadi saat koloni alga tumbuh tak terkendali.
Sementara itu, kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pesbar, Armen Qodar, S.P, M.M., melalui Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) Dinas Perikanan setempat, Eko Rahmanto, S. Tr. Pi., menjelaskan keluarnya warna biru neon saat ombak pecah pada malam hari bukan karena ada pencemaran air laut. Melainkan ada perubahan siklus air laut yang disebabkan karena banyaknya organisme dari dasar laut seperti alga yang bercampur.
“ Itu menyebabkan warna laut menjadi coklat, bahkan ada juga alga yang membuat air laut terlihat terang saat malam hari, kejadian seperti ini bahkan sempat terjadi pada pertengahan Desember 2019 lalu," katanya.
Menurutnya, fenomena air laut berwarna coklat selain disebabkan oleh bercampurnnya organisme atau material lain dari dasar laut, juga dapat saja akibat banjir dari aliran sungai yang menuju ke laut. Namun untuk di perairan Pesbar yang saat ini masih terjadi itu dikarenakan organisme di laut, biasanya memang terjadi setelah musim kemarau panjang.
"Mudah-mudahan kondisi ini tidak terlalu berdampak pada ekosistem laut dan hasil tangkapan nelayan dan tidak berbahaya bagi masyarakat, klau pengalaman sebelumnya dampaknya pada sejumlah jenis ikan yang mati, bahkan hewan laut seperti bulu bai, bintang laut, terpiang hingga gurita ikut mati," tandasnya. (yogi/d1n)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar